Selasa, 23 Desember 2008

Risman Wijaya Keramik Mengikuti Ambiente 2009

Risman Wijaya Keramik sebagai wakil dari pengusaha keramik di Plered diikutsertakan Indag Purwakarta dalam pameran Ambiente 2009, sebuah pameran Internasional pada 13-19 Februari 2009 di Frankfurt, Jerman.

Pada tanggal 20 Desember lalu, seluruh barang yang akan dipamerkan telah dikirimkan ke Jerman. Total barang yang dikirimkan sejumlah 135cm x 125cmx125cm atau sekitar 2,1m
3, dengan berat mencapai 600kg. Kargo diperkirakan sampai di Jerman 25 hari kemudian.

Isi kiriman sedang diunggah kedalam kotak kargo.

Kargo tersebut berisi lebih dari seratus jenis keramik berbagai macam jenis dan ukuran, beserta sistem display knock-down khusus yang dirancang oleh Designo Design Bureau.

Sistem display khusus sedang dirakit

Anda dapat melihat-lihat keramik yang akan dipamerkan di Frankfurt, Jerman pada galeri.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, hingga dapat dikirimnya kargo ini.

Rabu, 17 Desember 2008

Perkembangan Kerajinan Keramik Plered

Keramik sebagai bentuk kerajinan sudah nampak pada jaman kolonial Belanda, mulai tahun 1795 yang pada saat itu di sekitar Citalang ada lio-lio (tempat pembuatan genteng dan batu bata). Sejak itulah rumah-rumah rakyat yang semula beratap ijuk, sirap, daun kelapa atau alang-alang di sekitar Plered dan di Kabupaten Karawang mulai diganti dengan atap genteng bahkan di sekitar Anjun (Panjunan) sudah dimulai pembuatan gerabah/tembikar. Mulai tahun 1935, produk gerabah yang diglasir di Plered menjadi industri rumah tangga. Pada tahun tersebut, terdapat perusahaan Belanda yang membuka pabrik glasir bernama Hendrik De Boa di Warung Kondang, Plered.

Pada jaman kolonial Jepang, kerajinan keramik mengalami kemunduran akibat penduduknya harus bekerja sebagai romusha, utamanya di sekitar kaki Gunung Cupu dan Ciganea. Sedangkan pabrik De Boa dikuasai dan diganti namanya menjadi Toki Kojo. Kendati demikian perusahaan tersebut tetap berjalan.
Pada masa kemerdekaan, produksi gerabah dan keramik di Plered nyaris terhenti sama sekali karena keterlibatan penduduk dalam gerakan perjuangan. Setelah penyerahan kedaulatan tanggal 29 Desember 1949, keadaan di Plered berangsur baik, sehingga produksi gerabah dan keramik mulai bangkit kembali ditandai dengan Bung Hatta membuka resmi Induk Keramik yang gedungnya dekat Gonggo pada 1950. Pada masa itu mesin-mesin didatangkan dari Jerman lantas mencapai masa kejayaannya karena produktivitasnya relatif tinggi. Di samping itu Induk Keramik berjasa dalam membimbing industri rumah tangga hingga berkembang pesat.

Kiwari seiring dengan perkembangan jaman dan pergeseran paradigma, tengah terjadi pembenahan dalam penerapan rekayasa desain, teknologi dan manajemen yang dilakukan secara koordinatif antara Kelompok Kerja Klaster Industri Kerajinan Keramik Plered yang berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Departemen Perindustrian bekerja sama dengan UPTD Litbang Keramik Plered sebagai instansi di bawah Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Purwakarta didukung secara akademis oleh Tim HI-LINK yang merupakan satgas kemitraan perguruan tinggi bagi masyarakat pengrajin dari FSRD-Institut Teknologi Bandung.

Kondisi terkini adalah tercatat sekitar 264 unit usaha yang mempekerjakan sekitar 3000 orang dengan nilai produksi berkisar 8,5 milyar rupiah. Produksinya diekspor ke berbagai negara di antaranya : Jepang, Taiwan, Korea, Australia, New Zealand, Belanda, Kanada, Saudia Arabia, Amerika Serikat dan Amerika Latin, Inggris, Spanyol, Italia dan berbagai negara mancanegara lainnya.

Sekilas Sejarah Keramik Plered

Plered adalah nama daerah di kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dengan luas wilayah sekitar 97.172 Ha. Sejarah Plered tidak lepas dari sejarah keramik dan perjuangannya. Wilayah Plered, Cirata, Gandasoli dan Citalang termasuk kota atau desa yang tua di Kabupaten Purwakarta. Sejarah Plered dan keramik sudah ada sejak jaman Neolitikum. Pada jaman tersebut, sudah ada penduduk yang berdatangan ke daerah Cirata menyusuri sungai Citarum.


Dari hasil penggalian di daerah Cirata ditemukan peninggalan dari batu, kapak persegi, alat untuk menumbuk dan alu dari batu, termasuk ditemukan belanga dan periuk dari tanah liat, juga ditemukan adanya panjunan (anjun) tempat membuat keramik.

Asal muasal nama Plered mempunyai beragam versi: di antaranya nama tersebut berasal dari masa tanam paksa ketika pada waktu tersebut daerah ini menjadi tempat penanaman kopi yang hasilnya diangkut menggunakan pedati-pedati kecil yang ditarik oleh kerbau (disebut Palered). Pedati pengangkut kopi tersebut dibuat dari papan kayu baik roda mau pun pedatinya, sehingga kuat sekali kalau melalui jalan berlumpur. Pengangkutan kopi tersebut menuju Cikawao Bandung/Jatiluhur yang selanjutnya diangkut menggunakan rakit ke Tanjung Priok menyusuri sungai Citarum

Selamat Datang

Website sementara Keramik Plered